Malam pertama adalah malam yang paling di tunggu-tunggu oleh pasangan-pasangan yang lagi di mabuk cinta.
Melebur segala rindu yang telah di pendam lama dan akhirnya hari yang di nanti itu tiba juga yang di ikat dalam tuntunan syariat dengan limpahan pahala dan redha Allah SWT.
Tentunya Islam menuntun segala sesuatu setiap aspek kehidupan manusia karena Islam adalah agama yang sempurna yang bukan hanya mengatur hubungan spiritual dengan Tuhannya lebih dari itu Islam juga mengatur segala sesuatu hubungan hamba-Nya dengan sesamanya,lingkungannya termasuk malam pertama yang menjadi kebahagian buat pasangan yang telah di halalkan.
Menjadi pasangan pengantin baru
merupakan kebahagian tersendiri bagi kedua mempelai. Rasa bahagia itu begitu
menyentuh qalbu yang paling dalam, hati seakan tak mampu menampung rasa bahagia
yang telah meluap memenuhi relung hati. Namun begitu, kebahagian menjadi
pengantin baru akan terasa lebih sempurna tatkala telah melewati kebersamaan
dimalam pertama dengan penuh cinta. Malam dimana seseorang bisa menyalurkan
hasratnya melalui jalan yang diridhai Allah. Sehingga, dengannya tak sekedar
kenikmatan yang diperoleh tapi juga pahala dapat diraih. Nilai pahala akan
lebih bertambah seiring bertambahnya rasa kasih dan sayang antara kedua
mempelai manakala berhias dengan adab-adab saat menuju peraduan cinta,
sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu a’laihi wasallam sebagai pembawa
syariat Islam yang sempurna.
Diantara adab-adabnya adalah sebagai
berikut :
Sebelum bermalam pertama, sangat disukai
untuk memperindah diri masing-masing dengan berhias, memakai wewangian,
serta bersiwak.
- Berdasarkan sebuah hadits dari Asma’ binti Yasid radhiyallaahu ‘anha ia menuturkan, “Aku merias Aisyah untuk Rasulullah shallallahu a’laihi wasallam. Setelah selesai, aku pun memanggil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun duduk di sisi Aisyah. Kemudian diberikan kepada beliau segelas susu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminum susu tersebut dan menyerahkannya pada Aisyah. Aisyah menundukkan kepalanya karena malu. Maka segeralah aku menyuruhnya untuk mengambil gelas tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR Ahmad, sanad hadits ini dikuatkan oleh Al-Allamah Al-Muhadits Al-Albani dalam Adabul Zifaf].
- Adapun disunnahkannya bersiwak, karena adab yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau selalu bersiwak setiap setiap hendak masuk rumah sebagaimana disebutkan oleh Aisyah radhiyallaahu ‘anha dalam Shahih Muslim. Selain itu akan sangat baik pula jika disertai dengan mempercantik kamar pengantin sehingga menjadi sempurnalah sebab-sebab yang memunculkan kecintaan dan suasana romantis pada saat itu.
- Hendaknya suami meletakkan tangannya pada ubun-ubun istrinya seraya mendoakan kebaikan dengan doa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan :
اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا
جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا
جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu dari kebaikannya (istri) dan kebaikan tabiatnya, dan aku berlindung
kepada-Mu dari kejelekannya dan kejelekan tabiatnya.”[HR. Bukhari dari
sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash radhiyallaahu 'anhu].
Disunnahkan bagi keduanya untuk melakukan shalat dua rakaat bersama-sama. Syaikh Al Albani dalam Adabuz Zifaf menyebutkan dua atsar yang salah satunya diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf dari sahabat Abu Sa’id, bekat budak sahabat Abu Usaid, beliau mengisahkan bahwa semasa masih menjadi budak ia pernah melangsungkan pernikahan. Ia mengundang beberapa sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr, dan Hudzaifah.
Disunnahkan bagi keduanya untuk melakukan shalat dua rakaat bersama-sama. Syaikh Al Albani dalam Adabuz Zifaf menyebutkan dua atsar yang salah satunya diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf dari sahabat Abu Sa’id, bekat budak sahabat Abu Usaid, beliau mengisahkan bahwa semasa masih menjadi budak ia pernah melangsungkan pernikahan. Ia mengundang beberapa sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya Abdullah bin Mas’ud, Abu Dzarr, dan Hudzaifah.
Abu Sa’id mengatakan, “Mereka pun
membimbingku, mengatakan, ‘Apabila istrimu masuk menemuimu maka shalatlah dua
rakaat. Mintalah perlindungan kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari
kejelekan istrimu. Setelah itu urusannya terserah engkau dan istrimu. “Dalam
riwayat Atsar yang lain Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu mengatakan,
perintahkan isrtimu shalat dibelakangmu.”
Ketika menjumpai istri, hendaknya seorang suami berprilaku santun kepada istrinya semisal dengan memberikan segelas minuman atau yang lainnya sebagimana dalam hadits di atas, bisa juga dengan menyerahkan maharnya.
Selain itu hendaknya si suami untuk bertutur kata yang lembut yang menggambarkan kebahagiaannya atas pernikahan ini. Sehingga hilanglah perasaan cemas, takut, atau asing yang menghinggapi hati istrinya. Dengan kelembutan dalam ucapan dan perbuatan akan bersemi keakraban da keharmonisan di antara keduanya.
Apabila seorang suami ingin menggauli istrinya, janganlah ia terburu-buru sampai keadaan istrinya benar-benar siap, baik secara fisik, maupun secara psikis, yaitu istri sudah sepenuhnya menerima keberadaan suami sebagai bagian dari dirinya, bukan orang lain.
Begitu pula ketika suami telah menyelesaikan hajatnya, jangan pula dirinya terburu-buru meninggalkan istrinya sampai terpenuhi hajat istrinya. Artinya, seorang suami harus memperhatikan keadaan, perasaan, dan keinginan istri. Kebahagian yang hendak ia raih, ia upayakan pula bisa dirasakan oleh istrinya.
Bagi suami yang akan menjima’i istri hanya diperbolehkan ketika istri hanya diperbolehkan ketika istri tidak dalam keadaan haid dan pada tempatnya saja, yaitu kemaluan.
Adapun arah dan caranya terserah yang dia sukai. Allah berfirman yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhi (tidak menjima’i) wanita diwaktu haid, dan janganlah kalian mendekati (menjima’i) mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu pada tempat yang diperintahkan Allah kepad kalian (kemaluan saja). Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat itu bagaimana saja kalian kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian, bertakwalah kepada Allah, ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al Baqarah: 222-223].
Ketika menjumpai istri, hendaknya seorang suami berprilaku santun kepada istrinya semisal dengan memberikan segelas minuman atau yang lainnya sebagimana dalam hadits di atas, bisa juga dengan menyerahkan maharnya.
Selain itu hendaknya si suami untuk bertutur kata yang lembut yang menggambarkan kebahagiaannya atas pernikahan ini. Sehingga hilanglah perasaan cemas, takut, atau asing yang menghinggapi hati istrinya. Dengan kelembutan dalam ucapan dan perbuatan akan bersemi keakraban da keharmonisan di antara keduanya.
Apabila seorang suami ingin menggauli istrinya, janganlah ia terburu-buru sampai keadaan istrinya benar-benar siap, baik secara fisik, maupun secara psikis, yaitu istri sudah sepenuhnya menerima keberadaan suami sebagai bagian dari dirinya, bukan orang lain.
Begitu pula ketika suami telah menyelesaikan hajatnya, jangan pula dirinya terburu-buru meninggalkan istrinya sampai terpenuhi hajat istrinya. Artinya, seorang suami harus memperhatikan keadaan, perasaan, dan keinginan istri. Kebahagian yang hendak ia raih, ia upayakan pula bisa dirasakan oleh istrinya.
Bagi suami yang akan menjima’i istri hanya diperbolehkan ketika istri hanya diperbolehkan ketika istri tidak dalam keadaan haid dan pada tempatnya saja, yaitu kemaluan.
Adapun arah dan caranya terserah yang dia sukai. Allah berfirman yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhi (tidak menjima’i) wanita diwaktu haid, dan janganlah kalian mendekati (menjima’i) mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu pada tempat yang diperintahkan Allah kepad kalian (kemaluan saja). Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat itu bagaimana saja kalian kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk diri kalian, bertakwalah kepada Allah, ketahuilah bahwa kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman.” [Q.S. Al Baqarah: 222-223].
Ingat, diharamkan melalui dubur.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Barang siapa
yang menggauli istrinya ketika sedang haid atau melalui duburnya, maka ia telah
kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad.” [HR. Abu Dawud,
At-Tirmidzi, dan yang lainnya, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani
dalam Shahih Sunan Abu Dawud]. Kata ‘kufur’ dalam hadits ini
menunjukkan betapa besarnya dosa orang yang melakukan hal ini. Meskipun, kata
para ulama, ‘kufur’ yang dimaksud dalam hadits ini adalah kufur kecil yang
belum mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Telah kita ketahui bersama bahwa syaitan selalu menyertai, mengintai untuk berusaha menjerumuskan Bani Adam dalam setiap keadaan.
Begitu pula saat jima’, kecuali apabila dia senantiasa berdzikir kepada Allah. Maka hendaknya berdo’a sebelum melakukan jima’ agar hal tersebut menjadi sebab kebaikan dan keberkahan. Do’a yang diajarkan adalah:
Telah kita ketahui bersama bahwa syaitan selalu menyertai, mengintai untuk berusaha menjerumuskan Bani Adam dalam setiap keadaan.
Begitu pula saat jima’, kecuali apabila dia senantiasa berdzikir kepada Allah. Maka hendaknya berdo’a sebelum melakukan jima’ agar hal tersebut menjadi sebab kebaikan dan keberkahan. Do’a yang diajarkan adalah:
بِسْمِ
اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan nama Allah. Ya Allah,
jauhkanlah kami dari syaithan dan jauhkanlah syaithan dari apa yang Engkau
karuniakan kepada kami.”[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat
Abdullah bin Abbas radhiyallaahu 'anhu]. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa
seandainya Allah mengkaruniakan anak, maka syaithan tidak akan bisa memudharati
anak tersebut. Al Qadhi menjelaskan maksudnya adalah syaithan tidak akan bias
mearsukinya. Sebagaimana dinukilkan dari Al Minhaj.
Diperbolehkan bagi suami dan istri untuk saling melihat aurat satu sama lain.
Diperbolehkan pula mandi bersama. Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana dan kami berdua dalam keadaan junub.” [HR. Al Bukhari dan Muslim.]
Diwajibkan bagi suami istri yang telah bersenggama untuk mandi apabila hendak shalat.
Waktu mandi boleh ketika sebelum tidur atau setelah tidur. Namun apabila dalam mengakhirkan mandi maka disunnahkan terlebih dahulu wudhu sebelum tidur. Berdasarkan hadits Abdullah bin Qais, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah, ‘Apa yang dilakukan Nabi ketika junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?’ Aisyah menjawab, ‘Semua itu pernah dilakukan Rasulullah. Terkadang beliau mandi dahulu kemudian tidur dan terkadang pula beliau hanya wudhu kemudian tidur.”[HR. Ahmad dalam Al Musnad]
Tidak boleh menyebarkan rahasia ranjang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang mendatangi istrinya dan istrinya memberikan kepuasan kepadanya, kemudian ia menyebarkan rahasianya.” [HR. Muslim dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallaahu 'anhu]
Diperbolehkan bagi suami dan istri untuk saling melihat aurat satu sama lain.
Diperbolehkan pula mandi bersama. Dari Aisyah radhiyallaahu ‘anha berkata, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana dan kami berdua dalam keadaan junub.” [HR. Al Bukhari dan Muslim.]
Diwajibkan bagi suami istri yang telah bersenggama untuk mandi apabila hendak shalat.
Waktu mandi boleh ketika sebelum tidur atau setelah tidur. Namun apabila dalam mengakhirkan mandi maka disunnahkan terlebih dahulu wudhu sebelum tidur. Berdasarkan hadits Abdullah bin Qais, ia berkata, “Aku pernah bertanya kepada Aisyah, ‘Apa yang dilakukan Nabi ketika junub? Apakah beliau mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?’ Aisyah menjawab, ‘Semua itu pernah dilakukan Rasulullah. Terkadang beliau mandi dahulu kemudian tidur dan terkadang pula beliau hanya wudhu kemudian tidur.”[HR. Ahmad dalam Al Musnad]
Tidak boleh menyebarkan rahasia ranjang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya diantara manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang mendatangi istrinya dan istrinya memberikan kepuasan kepadanya, kemudian ia menyebarkan rahasianya.” [HR. Muslim dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallaahu 'anhu]
Dari poin-poin yang telah dijelaskan
nampaklah betapa agungnya kesempurnaan syariat Islam dalam mengatur semua sisi kehidupan
ini. Sehingga pada setiap gerak hamba ada nilai ibadah yang bisa direngkuh
pahalanya. Tidak sekedar aktivitas rutin tanpa faedah, tak semua pemenuhan
kebutuhan tanpa hikmah. Oleh sebab itu tak ada yang sia-sia dalam mengikuti
aturan Ilahi dan meneladani sunnah Nabi. Semuanya memiliki makna serta
mengandung kemaslahatan, karena datangnya dari Allah Dzat Yang Maha Tinggi
Ilmu-Nya lagi Maha sempurna Hikmah-Nya. Maka dari itu syariat yang Allah
turunkan selaras dengan fitrah hamba-Nya sebagai manusia, sebagimana
disyariatkan pernikahan.
Kesempurnaan syariat Islam ini
menunjukkan betapa besarnya perhatian Allah terhadap hamba-Nya melebihi
perhatian hamba terhadap dirinya sendiri. Oleh karenanya, hendaklah setiap
hamba tetap berada di atas fitrah tersebut di atas agama allah agar dirinya
selalu berada di atas jalan yang lurus, “(Tetaplah di atas fitrah) yang
Allahtelah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” [QS. Ar Rum: 30].
Allahu a’lam
Sumber eramuslim.com.
Catatan kecil Buat para pengantin ataupun calon pengantin,
Pasanganmu di malam bahaagiaamu bukanlah seorang pangeran gagah pekarasa yang sempurna atau dia juga bukan seorang bidadari yang begitu hebat namun,ia adalah serang hamba akhir zaman yang ingin menjadi insan sholeh/ha.
Apapun yang terjadi biarlah menjadi rahasia diantara berdua baik senang,bahagia ataupun kecewa.
Apabila ternyata tak mendapatkan seperti apa yang diinginkan maka bersabarlah bukankah Allah lebih menyukai orang-orang yang sabar?
Semoga tulisan ini membawa manfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar