Meisya membuka jendela kamar dan menyibak sedikit kelambunya sehingga sinar mentari pagi bebas masuk ke dalam.
Meisya kembali terhenyak biasanya Bang Jhony yang selalu membukakan jendela kamar ini. Bayang-bayang wajah Jhony tentunya takkan pernah bisa hilang dari Memorynya apalagi setiap pagi ia terbiasa membuatkan secangkir kopi dan juga menyiapkan sarapan buat Bang Jhony, namun kini rutinitas itu sudah tidak menjadi pekerjaannya lagi semenjak kepergian Jhony. Kakinya terasa berat untuk keluar dari kamar serta HP di tangan seakan tak pernah lepas dari genggaman, berharap Jhony menghubunginya. Dan ia juga berharap suatu saat mungkin nomor-nomor Jhony kembali aktif namun harapan itu belum juga berbuah nyata. Namun Meisya masih punya harapan yang sangat besar kepada Jhony untuk kembali pulang dan berkumpul bersamanya
. * * *
Hari ini adalah hari ke 10 pencarian Jhony oleh Meisya. Meisya telah mencoba menghubungi semua teman-teman Jhony termasuk familynya namun tak satupun membawa hasil. Ia juga mengunjungi berbagai tempat yang biasa di singgahi namun tak satupun menunjukkan tanda-tanda keberadaan Jhony. Entah apa yang berkecamuk dalam fikiran Jhony sehingga ia harus meninggalkan Meisya yang tak tau jelas sebab karenanya, memang semenjak pernikahannya di himpit berbagai macam permasalah yang cukup pelik. "segitu picikkah pemikiran Jhony sehingga harus lari dari sebuah permasalahan?" Pikir Meisya.
* * *
"Allahu Akbar......Allahu Akbar !!"
Suara adzan subuh dari Mu'adzin membuat Meisya terbangun.Entah kenapa kakinya kali ini terasa berat untuk turun dari ranjang dan seolah-olah ia enggan untuk melepas pelukan gulingnya. Namun di paksakan juga berwudhu' ke kamar mandi. Kepalanya terasa huyung dan pemandangannya berkunang-kunang,perutnya terasa mual rasanya seluruh isi perut ingin keluar semua. Pagi ini mentari semakin terik sehingga membuatnya enggan untuk keluar rumah apalagi kondisi fisiknya kurang fit.
"Sampai kapan aku harus bertahan dengan kondisi seperti ini ? Dan hingga kapan pencaharianku akan berakhir ?" Keluh Meisya sambil memegangi kepalanya yang kadang suka berdenyut. Meisya memeriksa buku tabungannya yang saldonya sudah mulai menipis,buat kebutuhan sehari-hari ia harus mengandalkan tabungannya karena sudah 2 bulan ini ia dan Jhony sudah tidak bekerja lagi berhubung Perusahaan tempat mereka bekerja mengalami kebangkrutan. Ia tetap berharap Perusahaan suatu saat memanggilnya kembali akan tetapi sudah 2 bulan tidak ada beritanya. Padahal 2 Minggu yang lalu ia di panggil oleh Perusahaan yang baru di lamarnya, berhubung Meisya sibuk mencari keberadaan Jhony yang tiba-tiba menghilang akhirnya panggilan itu di batalkan.
* * *
Meisya menikmati seporsi ikan bakar plus semangkok kecil sambal khas Makasar. Masih segar dalam ingatannya terkenang Jhony betapa bahagianya mereka di tempat ini penuh canda dan tawa menikmati segarnya ikan bakar di temani amboynya hembusan angin pantai di ambang sore dengan biasan lembayung senja yang menambah indahnya suasana di Muara Angke pada saat itu. Namun kini Meisya hanya menikmati kesendiriannya dan berharap mungkin saja Jhony tiba-tiba hadir mengingat tempat ini adalah tempat vaforitnya.
"Bang Jhonyyyyyy............!!" Meisya berteriak histeris dengan setengah berlari mengejar sosok berambut ikal,tinggi tegap berada 30 meter di depannya
. "Bruuuuuk !!" Tiba-tiba motor Scopy melesat dengan cepat menabrak Meisya dan ia terjatuh tak sadarkan diri
. * * *
Seluruh badan Meisya terasa sakit dan pelipisnya masih terasa perih karena beberapa hari yang lalu terluka akibat motor yang tiba-tiba menabraknya.
"Astaghfirullah...! Ya Rabbii ajarkan hamba untuk sabar dan ikhlas terhadap ujian dan cobaan yang Kau beri walau itu terasa berat. Ajarkan hamba untuk selalu bersyukur hingga batas akhir desah nafas ini dan juga di ujung perjuangan ini walau badai selalu datang. Tegarkanlah sebagaimana tegarnya batu karang yang tak pernah rapuh di hantam badai dan gelombang !" Desahan Meisya yang terurai di setiap sujud panjangnya. Masih terbesit rasa syukur oleh Meisya untung yang punya motor bertanggung jawab sepenuhnya atas kesembuhannya. Namun ada satu hal yang masih menjadi tanda tanya kenapa Jhony lari dan seolah-olah tak peduli akan dirinya hingga ia tertabrak ? Sepertinya itu tidak mungkin Jhony secuek itu padanya. Apakah itu hanya sekedar ilusinya saja melihat sosok Jhony dari kejauhan karena ia terlalu banyak pikiran. Meisya terus berfikir dengan penuh tanda tanya.
* * *
Hari ini adalah hari yang ke 20 pencaharian Meisya namun belum juga membuahkan hasil walaupun telah melibatkan banyak pihak keluarga dan kerabat bahkan sempat di laporkan ke pihak berwajib. Meisya menatap lekat jam dinding yang kian bergulir menunjukkan tengah malam. Kegundahan kembali menderanya hingga ia sulit untuk menutup mata. Perlahan ia bangun dan membuka jendela kamarnya,hawa dingin menerpa dengan lembut wajahnya. Di pandanginya bintang yang indah di langit menghias cakrawala gelapnya malam. Ada satu bintang kecil lebih besar memisah diantaranya,seolah bintang itu tersenyum manis padanya. Ingin rasanya ia memetik bintang itu untuk menemaninya. Meisya takjub melihat bintang yang satu itu walaupun sendiri tapi tetap bersinar dengan serinya tanpa peduli kehampaan di sekeliling
. "Subhanallah ! Begitu indah bintang satu itu yang makin berbinar memancarkan sinarnya walau tanpa teman dan kehampaan... Mungkinkah itu aku ? Ya Rabbi kuatkanlah diri ini seperti bintang itu yang selalu bersinar hingga pagi menjelang" Tanpa terasa butir-butir bening jatuh membasahi pipinya.Semoga itu adalah butir-butir ketegaran seperti harapan-harapannya yang tak pernah pupus
. * * *
Pagi-pagi sekali Meisya seperti biasa membereskan dan merapikan seluruh isi ruangan rumah yang di tempatinya.
"Braaakk !" Satu gelas kaca berisi teh hangat jatuh dan tumpah ke lantai karena sentuhan tangan Meisya yang tepat berada di pinggir meja. Ia bergegas membersihkan dan memindahkan sisa kaca ke tempat sampah. Meisya duduk terhempas di ruang tamu melepaskan sedikit lelahnya. Di tariknya nafas dalam-dalam kemudian di hembuskan perlahan sambil menyeka sebagian keringat di kening dan lehernya.
* * *
Metromini jalan merayap menembus kemacetan Ibu kota Jakarta pada sore itu. Panas sore masih menyengat menembus kaca mobil,suasana yang begitu pengap membuat Meisya semakin gerah dan semakin gundah tak menentu. Ia membetulkan jilbabnya yang semberaut seperti semberaut dengan kegundahan dan pikirannya yang semakin kalut. Ingin rasanya ia segera turun dan memilih berjalan kaki saja ke tempat tujuan. Satu tujuan Meisya ke suatu tempat yang merupakan memori terindah buat Meisya dan Jhony. Entah kenapa jantungnya berdegup kencang dan dengan gemetar kakinya memasuki lift menuju lantai 8 yang merupakan lantai teratas dari Mall bagian Timur Jakarta. Tepat di lantai ke 8 Ia keluar dari lift dan matanya memandangi ke sekeliling,kemudian menuju ke tempat paling pojok. Sontak ia kaget melihat Jhony tepat berada di tempat itu dengan setengah berlari ia mengejarnya.
"Bang Jhony...!" Meisya berteriak histeris. Jhony yang berada di depannya mencoba melakukan aksi bunuh diri dari lantai 8. Tangan Meisya dengan sigap menangkap kerah bajunya dan dengan susah payah ia menarik bagian tangannya hingga satpam datang menolong.
"Astaghfirullah ! Segitu picikkah kamu Bang ? Tahukah sudah berhari-hari aku mencarimu yang tiada kabar dan berita dan tak tahu rimbanya ? Semua temanmu sudah ku tanya dan setiap tempat yang memungkinkan keberadaanmu sudah ku telusuri hingga kini ku temukan dirimu dengan kondisi seperti ini. Segitu dangkalnya pikiran dan setipis itukah imanmu ?" Meisya menyentak bahu Jhony dan berkata lirih.
"Maafkan aku dek! Abang tidak tahu lagi harus berbuat apa dan bagaimana. Kamu sendiri tahu semua apa yang telah kita alami! Semenjak pernikahan kita begitu berat cobaan demi cobaan yang menimpa hingga bertubi-tubi. Minggu 1 pernikahan kita ibu masuk rumah sakit dan harus di rujuk ke Singapur dan tabunganku semua ludes semua untuk berobat ke Singapure karena yang lain tak ada yang membantu hingga Ibu di pulangkan kembali ke rumah.Minggu ke 3 secara sepihak perusahaan mengeluarkan kita berhubung perusahaan bangkrut dan menjual sahamnya ke perusahaan lain. Tidak sampai seminggu kemudian mobil yang menjadi impian kita di sita oleh Bank karena tagihan lewat tempo. Sudahlah dek ! Kepala ini kayaknya dah mau meledak dan mungkin ini adalah jalan terakhir dan abang tak bisa melukiskan senyum bahagia di hari-harimu dan boleh jadi sebentar lagi rumah yang kita tinggali juga akan di sita juga oleh Bank karena rumah itu belum lunas" Balas Jhony dengan muka sembraut dan sorot matanya penuh keputusasaan.
"Cukup ! Cukup ! Abang pikir aku menikah denganmu karena rumah dan mobil yang abang punya serta jabatan yang dulu menjadi kebangganmu ? Dengarlah !Setelah aku memutuskan menikah dengan abang dan setelah Ijab Qabul di syahkan,dari detik itu aku menerima sepenuhnya dirimu apapun yang terjadi setelah itu hingga yang kita punya semua di ambil-Nya kembali. Aku berusaha untuk ikhlas walau itu terasa berat, tolong bantu aku untuk ikhlas itu !"Dengan nada lirih seakan tercekik di tenggorokan kemudian Meisya mengajak Jhony untuk pulang kembali ke rumah. Namun jhony menolaknya hingga Meisya kehabisan akal.Entah setan mana yang telah merasuki Jhony hingga sedikitpin tak bergeming dan mendengarkan apa yang di katakannya. Meisya melirik jam di tangannya yang sudah hampir magrib.
"Oke ! Klo memang itu maunya Abang silahkan ! Tak usah kembali pulang ke rumah dan lanjutkan aksi nekat dan konyol itu aku takkan menolongmu dan takkan akan berteriak minta tolong mumpung disini lagi sepi. Lima bulan yang lalu tepat di tempat ini abang ungkapkan perasaanmu dan abang langsung memintaku untuk menjadi istrimu. Di tempat ini terlukis memory indah dan di tempat ini juga akan menjadi saksi perpisahan kita biarlah semua jadi kenangan manis dan pahit yang harus di telan keduanya. Silahkan !! Namun ada satu hal yang perlu abang tahu ! Abang tahu ini apa ? Dan ini tanda apa ?" Meisya sambil mengeluarkan benda kecil berupa test (+) yang menunjukkan ia positif hamil "Silahkan ! Tinggalkan aku sendiri, pergilah ! dan biar aku sendiri yang mengayuh bahtera rumah tangga ini, biar anak dalam rahim ini mengerti walaupun tanpa ayah dan tanpa ia melihat sekilaspun wajah ayahnya. Biar ini menjadi kenangan terakhir darimu dan aku masih bersyukur dan terima kasih atas titipan amanah dalam rahim ini. Silahkan pergi dan lakukan apa maumu Bang..!!" Meisya dengan perasaan hampa dan perih membalikkan badan dan ingin meninggalkan Jhony.
"Tunggu !" Jhony mencoba menghentikan langkah Meisya.
"Benarkah apa yang Abang dengar ? Kamu hamil dek ?" Dengan mata berkaca-kaca merangkul Meisya dan memeluknya serta keduanya saling menumpahkan segala rasanya. THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar